Hak Plasma Warga Dicuri, Kades Talang Rimba Bantah Tuduhan, tapi Warga Pegang Bukti SK Ganda

Polemik Plasma Desa Talang Rimba

AmperaBlitz.com, Ogan Komering Ilir — Perwakilan Warga Desa Talang Rimba, Kecamatan Cengal, Beni Unandar, membantah tuduhan “iri” yang dilontarkan Kepala Desa (Kades) Talang Rimba, Noversyah.

Dalam konferensi pers yang digelar Sabtu (9/8/2025) siang, Beni menegaskan bahwa protes warga bukan soal kecemburuan terhadap pembangunan, melainkan tuntutan akan keadilan dan hak atas plasma sawit yang diduga kuat telah beralih kepemilikan secara tidak sah.

Polemik ini bermula dugaan adanya praktik kolusi dan nepotisme terkait pembagian lahan plasma sawit yang seharusnya menjadi hak warga Desa Talang Rimba.

Menurut Beni, lahan-lahan tersebut justru berpindah tangan ke pihak luar, termasuk oknum pejabat kecamatan dan keluarga Kades Noversyah. Ironisnya, beberapa nama penerima diduga memiliki kepemilikan ganda, menimbulkan kecurigaan adanya penyalahgunaan wewenang.

“Perkara ini bukanlah soal iri dengan pembangunan desa, tapi menyangkut keadilan dan hak warga desa atas plasma sawit yang harus dilindungi hukum,” tegas Beni, yang juga menjabat sebagai Ketua Puskokatara RI Kecamatan Cengal.

Beni Unandar menyoroti dua Surat Keputusan (SK) Bupati OKI yang menjadi dasar kekhawatiran warga.

Pertama, SK Bupati OKI No. 357/KEP/Disbunnak/2020 yang ditetapkan pada 13 April 2020 oleh Bupati H. Iskandar. Kedua, SK Bupati OKI No. 66/KEP/DISBUNNAK/2025 yang ditetapkan oleh Pj. Bupati Asmar Wijaya pada 19 Februari 2025.

“Kami menilai alih kepemilikan lahan plasma tidak lewat prosedur yang benar dan tanpa musyawarah dengan masyarakat,” ungkapnya.

Menurutnya, peraturan perundang-undangan menjadi landasan utama tuntutan warga. Sesuai Pasal 58 ayat (1) dan (2) UU No. 39/2014 tentang Perkebunan, perusahaan perkebunan wajib memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar minimal 20 persen dari total area kebun.

“Kebun ini secara khusus diperuntukkan bagi masyarakat sekitar yang berhak,” tegasnya.

Aturan tersebut dipertegas oleh Pasal 11 ayat (1) dan (2) Peraturan Menteri Pertanian No. 26/Permentan/OT.140/2/2007, yang mengatur bahwa alih kepemilikan hanya dapat dilakukan setelah jangka waktu tertentu dan dengan persetujuan seluruh anggota kelompok tani atau koperasi.

“Kami tidak mempersoalkan pembangunan desa. Justru yang kami pertanyakan adalah mengapa plasma yang menjadi hak warga Desa Talang Rimba bisa pindah ke tangan orang luar. Ini menyangkut hak ekonomi masyarakat yang dijamin Undang-undang,” geram Beni.

Sebagai bentuk keseriusan, Beni Unandar mengaku telah melaporkan dugaan pelanggaran ini ke berbagai lembaga hukum dan pemerintahan, termasuk Kejaksaan Agung (Kejagung) RI, Kapolri, Kapolda Sumsel, Kejati Sumsel, hingga Bupati OKI.

“Kami mendesak agar pemerintah daerah dan pihak terkait menindaklanjuti laporan ini secara profesional dan tuntas, tanpa mengesampingkan asas praduga tak bersalah,” tegasnya.

Menurutnya, tindakan Kades Talang Rimba berpotensi melanggar Pasal 3 UU Tipikor tentang Penyalahgunaan Wewenang yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian rakyat.

“Kalau memang prosedurnya benar, pihak desa seharusnya tidak keberatan membuka dokumen dan alur prosesnya dilakukan secara terbuka. Itu amanat UU,” pungkas Beni, menggarisbawahi pentingnya transparansi dan akuntabilitas tata kelola pemerintahan desa.